95 Persen Angkutan Umum di Bali Tidak Layak Pakai

BALI -- Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Bali, Ketut Edy Dharmaputra mengaku kwatir dengan keadaan kendaraan roda empat atau angkot di daerah Bali. Pasalnya hampir 95 % angkutan kota  dan angkutan desa di pulau Dewata tersebut, sudah berusia lanjut atau masuk Zona merah. 

"Angdes dan Angkot yang beroperasi di Bali sudah berusia lebih dari 25 tahun.  Ini pasti memprihatinkan," kata dia, di Denpasar Bali.

Menurutnya, Jika Perda Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) diterapkan dengan ketentuan usia maksimal kendaraan umum 10-15 tahun, maka dipastikan hampir semua angkot, angdes, dan AKDP di Bali akan masuk dalam daftar pengalengan.

"Kalau Perda ini diterapkan maka semua akan kena (pengkalengen, red), tidak ada satupun yang ga kena," ujar dia.

Dia menjelaskan, berdasarkan data yang dihimpun Organda Bali, maka mobil angkot dan Angdes yang paling baru adalah keluaran tahun 1995. Sehingga dika perda kendaraan diberlakukan maka otomatis semuanya, akan dirumahkan.

"Paling mudah tahun 1995," ujar dia.

Diapun berharap agar ada bantuan dari pemerintah terkait dengan masalah tersebut. Pasalnya jika, perda tersebut diberlakukan, maka semua perusahaan angkutan umum akan ditutup. Sebab tidak memiliki subsidi.

"Pemberlakuan perda memang bagus, karena menjaga keselamatan dari para penumpang. Tapi kami berharap ada uluran tangan dari pemerintah baik pusat, daerah, kabupaten/kota memberikan subsidi untuk kelangsungan hidup perusahaan angkutan berjalan kembali," harapnya, Rabu, 25 Mei 2016.

Seperti diketahui, Organda Bali sudah menerapkan batas penggunaan kendaraan sewa dengan umur kendaraan lebih dari 10 tahun sesuai dengan PP No 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan. 

Sedangkan untuk angkutan pariwisata hal ini belum bisa dijalankan karena masih menunggu aturan dari Perda LLAJ.

Untuk kendaraan, angkot dan Angdes, terlihat kurang diminati masyarakat sebab kurangnya perawatan kendaraan serta usia kendaraan juga sudah melewati batas. Padahal akutan umum merupakan salah satu cara untuk mengurangi kemacetan.

"Sekarang memang minat penumpang berkurang, kalau ada kendaraan baik, dan pelayanan yang baik, terutama time schedule tepat, dan tarif terjangkau maka masyarakat akan beralih menggunakan kendaraan umum. Ini juga bisa memberikan alternatif untuk mengurangi kemacetan di Bali. Kita berharap ada faktor subsidi, ada tanggung jawab pemerintah yang tertuang dalam UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Apakah nanti digelondongkan seperti sistem Sarbagita atau bagaimana. Artinya peran pemerintah ada, jangan melepas," jelas dia.