Tjahjo Kumolo (Menteri Dalam Negeri RI) dan Wedakarna |
LOKKOLEDO-- Senator Dr. Arya Wedakarna menghadiri Musrembang Provinsi Bali yang dibuka langsung oleh Tjahjo Kumolo (Menteri Dalam Negeri RI) di Kantor Gubernur Bali. Wedakarna, Rabu 13 April 2016. Acara ini rencananya dihadiri 9 Walikota dan Bupati se-Bali sekaligus SKPD di Bali dan pejabat terkait.
Namun, nyatanya hannya Wedakarna yang satu-satunya wakil rakyat baik DPD RI atau DPR RI yang hadir dalam rancangan program Provinsi dan Daerah tersebut. Hal ini dikatakan oleh Tjahjo Kumolo (Menteri Dalam Negeri RI) di Kantor Gubernur Bali.
"Syukurlah ada anggota DPD RI hadir diacara ini. Kalau yang lain tidak hadir, ya salah mereka," puji Kumolo dalam sambutanya.
Menanggapi hal itu, Wedakarna menilai hal tersebut merupakan kewajiban setiap wakil rakyat. Menurutnya, jika seseorang telah menjadi pejabat negara, sebaiknya tidak perlu pandang warna politik di Bali. Pasalnya saat ini banyak pejabat yang tidak mau datang bersinergi dalam suatu acara karena pandangan beda partai.
"Anda lihat, warna politik saya dan pak Tjahjo Kumolo adalah merah putih alias Marhaenisme. Saya kader PNI dan Mendagri mantan Sekjen PDIP, kami berdua pendukung Jokowi. Tapi kami bisa bersinergi dengan Provinsi Bali yang kita tahu diusung Demokrat dan Golkar. Begitu juga dengan 7 Kabupaten di Bali ( Jembrana, Badung, Tabanan, Bangli, Gianyar, Buleleng dan Denpasar) yang PDIP, juga di Klungkung yang Gerindra atau Karangasem yang Nasdem," ujar dia dalam sambutanya.
Lebih lanjut Wedakarna meminta agar para pejabat lainnya membuang jauh-jauh prinsip seperti itu. Pasalnya bapak Negara Bung Karno telah mengajarkan bahwa kalau sudah jadi pejabat negara arna politik harus dikesampingkan.
"Menurut ajaran Bung Karno, kalau sudah jadi pejabat negara artinya warna politik harus dikesampingkan. Sampai saat ini saya masih memperhatikan, ada kawan-kawan pejabat dipusat yang tidak mau datang ke acara daerah karena beda warna politik. Itu tidak baik. Sikap politik harus jelas, tapi kalau sudah urusan program rakyat maka wakil pusat harus bersinergi," sambung Wedakarna.
Wedakarna pun mengakui, bahwa dalam jabatan tidak selamanya satu pendapat. Tetapi tidak selamanya perbedaan itu, dijadikan sebagai suatu alasan untuk saling membenci. Pasalnya sebelumnya dirinya juga pernah mengalami hal yang sama seperti ketika menolak reklamasi yang di dukung oleh gubernur Bali. Tetapi disisi lain dia mendukung program Gubernur.
"Publik sudah tahu bahwa dalam beberapa program saya dengan Gubernur Bali ada perbedaan, contohnya tentang reklamasi dan itu sudah sikap saya menolak tegas. Tapi dibeberapa program saya mendukung Pemprov, misalnya pembangunan RS Bali Mandara dan RS Bali Mata Indera. Anda boleh periksa rekaman Rapat Kerja (Raker) DPD RI dengan Menkes RI, jelas saya minta Menkes dukung anggaran Rp 200 Milyar untuk RS Mandara dan jaga status paripurna “A” untuk RS Mata Indra. Juga terkait SMA Bali Mandara, saya hadir disana untuk ketemu 300 siswa miskin sebagai wujud dukungan bidang pendidikan. Banyak program Gubernur yang saya dukung walau dibeberapa hal saya berbeda pandangan. Saya berusaha menilai dengan fairness. Platform saya Tri Sakti Bung Karno," papar Wedakarna.
Maka dari itu, Wedkarna mengajak agar semua pejabat mendukung semua program Pemprov yang baik-baik agar dijalankan sesuai aturan.
"Tadi kan sudah ada arahan dari Mendagri RI dan beliau adalah mitra kerja DPD RI dipusat.Termasuk adanya aturan yang membebaskan lembaga masyarakat yang tidak berbadan hukum untuk bisa menerima bantuan. Itu kan semua dorongan parlemen. Urusan kami ya sama Presiden dan Kabinet. Tolong sampaikan bahwa Wedakarna tidak pernah takut (jerih) sama pejabat di Bali, buktinya dari sekian belas DPR dan DPD kan saya sendiri hadir di Bali. Mau bukti lainnya ? Saya satu – satunya DPD RI yang hadir dipodium bebas bicara Renon untuk menjawab tantangan Gubernur Bali masalah penolakan saya terhadap Reklamasi. Intinya ingat prinsip leluhur Kulakanti dan Sesana Manut Linggih. Sesama orang Bali, sesama pejabat di Bali harus bersatu. Urusan beda visi itu urusan karmaphala. Jadi negarawan adalah cita – cita dari seorang PNI seperti saya," harapnya.
Namun, nyatanya hannya Wedakarna yang satu-satunya wakil rakyat baik DPD RI atau DPR RI yang hadir dalam rancangan program Provinsi dan Daerah tersebut. Hal ini dikatakan oleh Tjahjo Kumolo (Menteri Dalam Negeri RI) di Kantor Gubernur Bali.
"Syukurlah ada anggota DPD RI hadir diacara ini. Kalau yang lain tidak hadir, ya salah mereka," puji Kumolo dalam sambutanya.
Menanggapi hal itu, Wedakarna menilai hal tersebut merupakan kewajiban setiap wakil rakyat. Menurutnya, jika seseorang telah menjadi pejabat negara, sebaiknya tidak perlu pandang warna politik di Bali. Pasalnya saat ini banyak pejabat yang tidak mau datang bersinergi dalam suatu acara karena pandangan beda partai.
"Anda lihat, warna politik saya dan pak Tjahjo Kumolo adalah merah putih alias Marhaenisme. Saya kader PNI dan Mendagri mantan Sekjen PDIP, kami berdua pendukung Jokowi. Tapi kami bisa bersinergi dengan Provinsi Bali yang kita tahu diusung Demokrat dan Golkar. Begitu juga dengan 7 Kabupaten di Bali ( Jembrana, Badung, Tabanan, Bangli, Gianyar, Buleleng dan Denpasar) yang PDIP, juga di Klungkung yang Gerindra atau Karangasem yang Nasdem," ujar dia dalam sambutanya.
Lebih lanjut Wedakarna meminta agar para pejabat lainnya membuang jauh-jauh prinsip seperti itu. Pasalnya bapak Negara Bung Karno telah mengajarkan bahwa kalau sudah jadi pejabat negara arna politik harus dikesampingkan.
"Menurut ajaran Bung Karno, kalau sudah jadi pejabat negara artinya warna politik harus dikesampingkan. Sampai saat ini saya masih memperhatikan, ada kawan-kawan pejabat dipusat yang tidak mau datang ke acara daerah karena beda warna politik. Itu tidak baik. Sikap politik harus jelas, tapi kalau sudah urusan program rakyat maka wakil pusat harus bersinergi," sambung Wedakarna.
Wedakarna pun mengakui, bahwa dalam jabatan tidak selamanya satu pendapat. Tetapi tidak selamanya perbedaan itu, dijadikan sebagai suatu alasan untuk saling membenci. Pasalnya sebelumnya dirinya juga pernah mengalami hal yang sama seperti ketika menolak reklamasi yang di dukung oleh gubernur Bali. Tetapi disisi lain dia mendukung program Gubernur.
"Publik sudah tahu bahwa dalam beberapa program saya dengan Gubernur Bali ada perbedaan, contohnya tentang reklamasi dan itu sudah sikap saya menolak tegas. Tapi dibeberapa program saya mendukung Pemprov, misalnya pembangunan RS Bali Mandara dan RS Bali Mata Indera. Anda boleh periksa rekaman Rapat Kerja (Raker) DPD RI dengan Menkes RI, jelas saya minta Menkes dukung anggaran Rp 200 Milyar untuk RS Mandara dan jaga status paripurna “A” untuk RS Mata Indra. Juga terkait SMA Bali Mandara, saya hadir disana untuk ketemu 300 siswa miskin sebagai wujud dukungan bidang pendidikan. Banyak program Gubernur yang saya dukung walau dibeberapa hal saya berbeda pandangan. Saya berusaha menilai dengan fairness. Platform saya Tri Sakti Bung Karno," papar Wedakarna.
Maka dari itu, Wedkarna mengajak agar semua pejabat mendukung semua program Pemprov yang baik-baik agar dijalankan sesuai aturan.
"Tadi kan sudah ada arahan dari Mendagri RI dan beliau adalah mitra kerja DPD RI dipusat.Termasuk adanya aturan yang membebaskan lembaga masyarakat yang tidak berbadan hukum untuk bisa menerima bantuan. Itu kan semua dorongan parlemen. Urusan kami ya sama Presiden dan Kabinet. Tolong sampaikan bahwa Wedakarna tidak pernah takut (jerih) sama pejabat di Bali, buktinya dari sekian belas DPR dan DPD kan saya sendiri hadir di Bali. Mau bukti lainnya ? Saya satu – satunya DPD RI yang hadir dipodium bebas bicara Renon untuk menjawab tantangan Gubernur Bali masalah penolakan saya terhadap Reklamasi. Intinya ingat prinsip leluhur Kulakanti dan Sesana Manut Linggih. Sesama orang Bali, sesama pejabat di Bali harus bersatu. Urusan beda visi itu urusan karmaphala. Jadi negarawan adalah cita – cita dari seorang PNI seperti saya," harapnya.
Seperti diketahui, kisru yang terjadi di pemerintah Bali, Jakarta, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT dan Papua, kebanyakan terjadi karena perbedaan politik. Terutama dalam partai. Padahal jika, kita merujuk pada UU bahwa pemerintah seharusnya memberikan kesejateraan terhadap rakyatnya. Bukan hanya sibuk dalam urusan partai.
0 Response to "Wedakarna: Jika Sudah Jadi Pejabat, Warna Politik Harus Dikesampingkan"
Post a Comment