LOKKOLEDO-- Marahnya isu penolakan terhadap agama leluhur Sunda Wiwitan membuat Penghayat Sunda Wiwitan angkat bicara. Ira Indrawardana salah satu penghayat Sunda Wiwitan mengatakan ramainya kasus pengosongan kolom agama di KTP lebih disebabkan imbas dari panasnya suhu politik di tanah air. Untuk itu, ia berharap persoalan ini tidak dipolitisasi.
“Dengan kondisi politik sekarang, hal-hal yang disampaikan salah satu pihak bisa menjadi ramai oleh pihak lainnya,” ujar Ira di Bandung, Sabtu (15/11/2014).
Ira menjelaskan, polemik ini muncul saat Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengeluarkan pernyataan warga negara Indonesia (WNI) penganut kepercayaan yang belum diakui secara resmi oleh pemerintah, untuk sementara boleh mengosongkan kolom agama di KTP elektronik. Ke depan, pihaknya akan bernegosiasi dengan Menteri Agama untuk membahas hal tersebut. Namun ide Tjahjo itu menuai protes, terutama dari lawan politiknya.
![]() |
Ira Indrawardhana (tengah), salah satu pengahayat Sunda Wiwitan. |
Untuk mengakhiri polemik itu, Ira menyarankan sebaiknya semua pihak kembali ke Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap warga negara untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya.
“Di sana tak disebutkan, agama apa saja yang diakui negara. Yang harus diingat, agama adat tidak didirikan, tapi kami menerimanya secara turun-temurun. Mohon maaf, jika agama impor seperti Konghucu bisa diakui, kenapa agama-agama leluhur seperti kami tidak. Padahal kami sudah ada sebelum Indonesia merdeka,” terangnya.
Saat ini, penghayat seperti dirinya memiliki beberapa harapan. Pertama, sudah saatnya paradigma berpikir negara berubah dan mengakui eksistensi agama leluhur. Kedua, paradigma itu diwujudkan dalam kurikulum pendidikan. Masyarakat pun harus diberi hak-hak sipil, pekerjaan, akta nikah, akta kelahiran, dan lainnya.
“Terakhir, negara jangan melakukan pembiaran sehingga menimbulkan konflik horizontal terjadi,” pungkasnya.
0 Response to "Sunda Wiwitan: Mohon maaf, Kami Ada Sebelum Indonesia Merdeka, Agama Impor Diakui Mengapa Agama Leluhur Tidak?"
Post a Comment